Hutanku...Rusak ! Langitku... Bocor ! Udara yang aku hisap... Tercemar ! Makanan yang aku makan... Racun ! Hijau Hijauku Hijau Hijau Hijau Dunia ! ... Hijau ...

IndonesiaGreenpeace

Blog indonesiagreenpeace diciptakan untuk mendukung semua usaha-usaha yang pernah dilakukan baik perorangan ataupun organisasi di Indonesia yang peduli terhadap kelestarian wilayah nusantara. Blog ini berisi tentang pahlawan-pahlawan Lingkungan hidup yang menurut Kami sangat berjasa bagi keutuhan Pembangunan Indonesia Bersih, Berisi tentang Rangkuman Blog lainnya yang khusus diciptakan untuk keselamatan lingkungan

Blog Bagus Peduli Lingkungan

Kompas Green Section

Selasa, 05 Februari 2008

SUPAYA KITA TETAP SEHAT

1. BEKAS BOTOL AQUA

Mungkin sebagian dari kita mempunyai kebiasaan memakai dan memakai
ulang botol plastik (Aqua, VIT , etc) dan menaruhnya di mobil atau di kantor.
Kebiasaan ini tidak baik, karena bahan plastic botol
(disebut juga sebagai polyethylene terephthalate or PET) yang dipakai
di botol2 ini mengandung zat2 karsinogen (atau DEHA). Botol ini aman
untuk dipakai 1-2 kali saja, jika anda ingin memakainya lebih lama,
Tidak boleh lebih dari seminggu, dan harus ditaruh ditempat yang jauh
dari matahari. Kebiasaan mencuci ulang dapat membuat lapisan plastik
rusak dan zat karsinogen itu bisa masuk ke air yang kita minum. Lebih
baik membeli botol air yang memang untuk dipakai ber-ulang2, jangan
memakai botol plastik.

2 . PENGGEMAR SATE

Kalau Anda makan sate, jangan lupa makan timun setelahnya. Karena
ketika kita makan sate sebetulnya ikut juga karbon dari hasil pembakaran
arang yang dapat menyebabkan kanker. Untuk itu kita punya
obatnya yaitu timun yang disarankan untuk dimakan setelah makan
sate. Karena sate mempunyai zat Karsinogen (penyebab kanker) tetapi
timun ternyata punya anti Karsinogen. Jadi jangan lupa makan timun
setelah makan sate.



3. UDANG DAN VITAMIN C

Jangan makan udang setelah Anda makan Vitamin C. Karena ini akan
menyebabkan keracunan dari racun Arsenik (As) yang merupakan proses
reaksi dari Udang dan Vitamin C di dalam tubuh dan berakibat
keracunan yang fatal dalam hitungan jam.

4. MI INSTAN

Untuk para penggemar mi instan, pastikan Anda punya selang waktu
paling tidak 3 (tiga) hari setelah Anda mengkonsumsi mi instan, jika
Anda akan mengkonsumsinya lagi, dari informasi kedokteran, ternyata
terdapat lilin yang melapisi mi instan. Itu sebabnya mengapa mi
instan tidak lengket satu sama lainnya ketika dimasak. Konsumsi mie
instan setiap hari akan meningkatkan kemungkinan seseorang terjangkiti
kanker. Seseorang, karena begitu sibuknya dalam berkarir tidak punya
waktu lagi untuk memasak, sehingga diputuskannya untuk mengkonsumsi mi
instan setiap hari . Akhirnya dia menderita kanker.
Dokternya mengatakan bahwa hal ini disebabkan karena adanya lilin
dalam mi instan tersebut. Dokter tersebut mengatakan bahwa tubuh kita
memerlukan waktu lebih dari 2 (dua) hari untuk membersihkan
lilin tersebut.

BAHAYA DIBALIK KEMASAN MAKANAN..... !!!!

PLASTIK

Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita
konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar
bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai "pelindung " makanan.
Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan.
Sebaiknya mulai sekarang Anda cermat memilik kemasan makanan. Kemasan pada
makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi, dan informasi.
Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yaitu kemasan
yang bersentuhan langsung dengan makanan ..
Tetapi tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang dikemasnya.
Inilah ranking teratas bahan kemasan makanan yang perlu Anda waspadai.

Kertas .

Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah)
yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung
timbal (Pb) melebihi batas yang ditentukan. Di dalam
tubuh manusia , timbal masuk melalui saluran pernapasan atau ngan kita.
pencernaan menuju sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke
berbagai jaringan lain, seperti: ginjal , hati, otak, saraf dan tulang.
Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu
pallor (pucat), pain (sakit) & paralysis (kelumpuhan) . Keracunan yang
terjadipun bisa bersifat kronis dan akut. Untuk terhindar dari makanan
yang terkontaminasi logam berat timbal, memang susah-susah gampang.
Banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu goreng dan tempe
goreng yang dibungkus dengan Koran karena pengetahuan yang kurang dari
si penjual, padahal bahan yang panas dan berlemak mempermudah
berpindahnya timbale makanan tsb.

Sebagai usaha pencegahan , taruhlah makanan jajanan tersebut di atas
piring.

Styrofoam

Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu
pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini
membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam
yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan
karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat
dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu
mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang,
mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah,
lebih aman, serta ringan. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan
Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan
sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter
(EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat
bahan kimia karsinogen dalam makanan.

Selengkapnya.....

Senin, 04 Februari 2008

Sangat penting peran kaum perempuan dalam mengatasi masalah pemanasan global

LAPORAN : SALIM
JAKARTA - SURABAYAWEBS.COM

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Dr. Meutia Hatta Swasono mengatakan sangat penting penting peran kaum perempuan dalam mengatasi masalah pemanasan global yang terjadi sekarang ini. Posisi strategis kaum perempuan dalam mengatasi masalah pemanasan global dapat ditunjukkan dengan fenomena bahwa hampir semua pelaku pemalakan liar yang menggunduli hutan adalah kaum pria.

Hal itu diungkapkan Meutia Hatta saat memaparkan makalahnya berjudul Perubahan Iklim Global, Adaptasi dan Mitigasi yang disampaikan pada Konferensi Peran Perempuan Indonesia Dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim yang digelar Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (27/11). Kegiatan simpatik guna mendukung kegiatan Global Warning di Bali itu dibuka Ibu Negara Ani Yudhoyono yang juga menghadirkan pembicara Menneg LH Rachmat Witoelar.

Lebih jauh Meutia Hatta menjelaskan bahwa dirinya tidak bermaksud mempersalahkan kaum pria dalam peran sertanya merusak lingkungan, namun alangkah lebih arifnya jika kaum perempuan dilibatkan dalam urusan menjaga lingkungan. Ia sangat yakin, jika kaum perempuan yang diberikan mandat mengelolah hutan dapat dipastikan tidak akan terjadi penggundulan hutan karena sifat-sifat kaum perempuan yang merawat dan menjaga kelestarian.

Menurutnya, sifat-sifat kaum perempuan yang suka akan keindahan tentu berupaya keras menjaga lingkungannya agar tidak rusak. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa memang sekarang ini sudah terjadi pergeseran nilai-nilai kearifan lokal dimana perempuan modern biasanya bertindak lebih praktis sehingga kadang terjadi pemborosan air, penggunaan deterjen berlebihan sehingga dapat juga merusak lingkungan seperti yang dilakukan kaum pria.

Untuk itu, ia mengatakan dalam kesempatan ini diharapkan dapat kembali memberikan kesempatan kepada sifat dasar perempuan yang suka memelihara. Dengan demikian, kaum perempuan dapat lebih menghemat air bersih, hemat listrik, jaga kebersihan lingkungan, dan mengatasi masalah sampah.

Ia mengatakan, sudah saatnya kaum perempuan bangkit sebagai peredam pemanasan global yang sudah sangat mengancam kehidupan manusia di muka bumi. Dari sini, program penanaman pohon yang dilakukan kaum perempuan harus ditingkatkan sehingga seluruh lingkungan menjadi hijau sebagai penampung air dimusim hujan dan tidak kekeringan di musim kemarau.

Menurutnya, sebenarnya peran ini bukan hanya dilakukan kaum perempuan tapi harus mulai ditularkan kepada lingkungan sekitarnya sehingga penggunaan bahan kimia dapat dihindari tapi lebih banyak menggunakan bahan alamiah seperti kompos untuk pupuk dan sebagainya. Dengan adanya kondisi lingkungan yang asri maka bukan saja menghindari terjadinya pemanasan global tapi juga dapat juga menjaga kebersihan yang pada akhirnya dapat mengusur banyak penyakit.

Ia juga mengatakan salut dengan keberhasilan kaum perempuan dalam bidang menjaga lingkungan seperti keberhasilan Pengabdi Lingkungan Ibu Endang Maryatun dari Yogyakarta juga pemenang Kalpataru Ibu Katrina Koni Kii seorang ibu dari Dusun Pokapaka Sumba Barat NTT. Ibu sederhana ini berhasil menghijaukan lahan kritis dengan tanaman kayu cendana, lame, ello, mahoni, dan johar.***

Selengkapnya.....

Jumat, 01 Februari 2008

Setulang Malinau Kalimantan Timur

Blog bagus tentang nusantara salut untuk penciptanya. anda bisa lihat tentang malinau di : http://pelosokmalinau.blogspot.com/


MALINAU adalah sebuah kota exotic di Hulu Kalimantan Timur, Indonesia. Perjalanan dari Tarakan 3 jam naik speedboat ke hulu sungai, berpenduduk kurang lebih 55 jiwa dengan kepadatan 1 jiwa/5 km. Sebagian besar daerah hutan asli.


Setulang, Malinau, Kalimantan timur, Badan Pengelola Hutan Tane’ Olen Setulang, pada Tahun 2003 mendapat penghargaan Kalpataru Sebab semua berawal dari sekadar semangat untuk mempertahankan sebuah hutan seluas 5.300 hektar di desanya. Kole beserta warga Setulang di Kabupaten Malinau sudah lelah dibujuk rayu oleh pihak investor pengekspor kayu. Tak kurang dari CV Gading Indah atau CV Wana Bakti mengincar lahan hutan desa yang kaya akan kayu. Ada sekitar delapan perusahaan yang sejak 1970-an berusaha mati-matian menjadikan hutan tersebut sebagai sumber kayu. Mulai dari bujuk rayu manis seperti iming-iming uang, sampai paksaan yang lumayan kasar sudah dialami warga Desa Setulang.

“Kami berkeras untuk tidak membiarkan mereka masuk ke hutan kami, sebab kami tahu bahwa hutan adalah sumber penghidupan,” tegas Kole yang putra asli Dayak Kenyah Uma’Lung ini. Dalam tradisi adatnya dikenal istilah tane olen , yakni suatu tanah atau hutan yang tidak boleh ditebang kecuali untuk kepentingan umum, misalnya pembangunan balai desa. Orang luar jelas-jelas tak boleh memasukinya, apalagi menebang. Desa Setulang yang berdiri pada 1968 ini dihuni oleh penduduk pindahan dari pedalaman sungai Sa’an di Apo Kayan. Dengan populasi penduduk 855 jiwa atau 208 kepala keluarga, hutan desa ini menjadi salah satu hutan primer tropis dataran rendah yang masih tersisa di dunia. Sebelum menerima Kalpataru, Desa Setulang juga menjadi salah satu finalis World Water Contest yang diselenggarakan di Kyoto, Jepang pada Maret 2003. Kontes ini memilih desa-desa di seantero dunia yang punya kegiatan berwawasan lingkungan dan berjuang dalam mengelola sumber daya airnya. Walau hanya menjadi finalis, Desa Setulang cukup berbangga, sebab tiga desa saja yang layak menjadi finalis dari 870 peserta. Dan Setulang merupakan satu-satunya finalis yang diwakili kaum petani.Kole sebagai kepala desa menuturkan, perjuangan mereka menampik para investor tak bisa dikatakan mudah. Tak jarang beberapa penduduk desa mulai terbujuk dengan rayuan diberi uang senilai miliaran. Tapi berkat kekompakan hukum adat dan tradisi yang mereka pegang teguh, akhirnya hutan mereka bisa dipertahankan. Ia juga sempat menggerakkan warga untuk unjuk rasa ke perusahaan investor ketika terjadi pelanggaran batas wilayah. Kira-kira dua tahun lalu, investor yang menggarap hutan desa tetangga, yakni Desa Setarap, sempat melewati batas desa hutan mereka. Saat itulah Kole bersama warganya melakukan protes memperjuangkan hutan mereka. Lelaki kelahiran 31 Desember 1956 ini hanya mengecap pendidikan sampai Sekolah Menengah Umum (SMU). Ia tak pernah membaca buku tentang lingkungan atau mengikuti pendidikan lingkungan. Tapi sejak kecil ia sudah tahu bahwa hutan adalah satu-satunya sumber penghidupan manusia yang tidak boleh dirusak. “Dari hutan kami dapat air bersih, buah-buahan, ranting pohon untuk membuat tas dan kerajinan tangan, bahan rempah serta obat. Jadi sudah selayaknya kami mempertahankan untuk anak cucu kami kelak,” jelasnya. Andai saja semua penduduk desa bersikap seperti Kole dan warganya, tentu hutan Indonesia tidak akan berakhir menjadi lahan tambang atau pemasok kayu ekspor.

( sumberSinar Harapan, Minggu, 2 September 2007,inset Rumah adat Setulang)



Selengkapnya.....

Samuel Ransmor

Berusaha Menghapus Bom Ikan di Biak


Samuel Ransmor tidak pernah pensiun sebagai "polisi". Sejak bergabung dalam kepolisian pada tahun 1960, ketika Papua masih di bawah pemerintahan Kerajaan Belanda, kemudian tahun 1990 pensiun dengan pangkat terakhir Sersan Mayor, dan hingga sekarang sebagai kepala desa, dia tetap serius untuk menegakkan hukum dan mengurangi kejahatan.

Sebagai orang Papua dari Desa Saba Warwe, Distrik Biak Timur, Kabupaten Biak Numfor, Samuel (62 tahun) tak pernah berhenti berusaha untuk mengajak warga setempat meninggalkan bahan peledak untuk menangkap ikan di perairan Biak, dan pulau-pulau di Padaido.

Ketika masih berseragam polisi, puluhan orang yang dia tangkap karena menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan. Mereka yang tertangkap diproses secara hukum, atau dibina untuk meninggalkan kebiasaan destructive fishing yang menghancurkan potensi alam setempat.

Masalahnya, kata dia, dalam satu percakapan di kantor Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHSATI), di Jakarta, Senin (7/6) lalu, di Biak terdapat begitu banyak bahan peledak peninggalan Amerika pada Perang Dunia Kedua. Ranjau-ranjau bertebaran di dasar laut, dan digunakan para nelayan untuk membuat bom ikan.

"Padahal satu bom akan merusak sekitar 30 meter persegi terumbu karang. Akibatnya, terumbu karang di sana rusak parah," kata dia didampingi istrinya, Esterlina Iroria. Samuel menceritakan bahwa perairan Biak dan Padaido merupakan tempat pemijahan ikan. Penggunaan bom dan juga potasium telah membuat rusak alam di sana.

Itu sebabnya, setelah pensiun dari polisi dengan jabatan terakhir Kapolsek Biak Timur, Samuel tak undur untuk menghapus bom dalam kegiatan menangkap ikan. Sebagai kepala desa, dia merintis upaya pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan di perairan itu. Dan dia mendapat bantuan dari berbagai lembaga termasuk KEHATI.

Yang dia lakukan pertama adalah pemetaan wilayah dan potensinya. Dia sempat belajar membuat peta di Nusa Laut, Saparua, Maluku Tengah. Untuk wilayah seluas 532 hektare di Desa Saba Warwe, sekarang dihasilkan delapan peta, antara lain peta permukiman, peta jenis tanah, peta marga, peta laut, peta pemanfaatan, dan peta batas luar, dan peta kekayaan hayati.

Peta itu menjadi informasi dasar untuk pengelolaan kekayaan alam yang berbasis komunitas setempat. Dari peta itu, Samuel bersama tokoh masyarakat dari adat dan agama (gereja) membuat peraturan untuk pelestarian dan pemanfaatan yang ramah lingkungan. Salah satu hasilnya adalah ditetapkannya peraturan desa dan aturan sasisen, lengkap dengan sanksi atas pelanggaran. Perangkat lembaga adat bertindak menjadi polisi yang menjaga ditaatinya aturan tersebut.

Dalam aturan itu, kata Samuel, antara lain ditetapkan sonasi atau wilayah konservasi, wilayah tangkap bersama, dan wilayah pemanfaatan terbatas. Alat-alat tangkap yang merusak dilarang, misalnya jaring mata satu (terlalu kecil), potasium, dan bahan peledak. Pelanggar akan dikenai denda berupa uang sampai Rp 10.juta dan piring antik. Untuk wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan sasisen, tidak boleh dimasuki selama satu tahun. Siapapun yang masuk akan kena denda Rp 2.500. Jika di kawasan itu, melakukan pelanggaran lain, maka denda akan ditambah sesuai aturan sanksi.

Sekarang ini di Desa Saba Warwe juga ada sekitar 20 pemuda yang telah memiliki keterampilan melakukan pemetaan. Dan mereka sedang membantu usaha serupa di desa lain. Samuel sendiri telah dipercaya untuk menjadi fasilitator untuk berbagai daerah.

Kalpataru
Dari usaha keras ini, Samuel bisa berlega hati, di perairan Saba Warwe dan Padaido, populasi ikan meningkat, bahkan jenis ikan yang sebelumnya nyaris punah mulai terlihat dan semakin banyak. Dengan begitu, dia berharap penduduk Desa Saba Warwe yang berjumlah sekitar 600 jiwa, bisa mendapat tangkapan ikan yang cukup untuk menghidupi mereka dan generasi berikutnya.

Pekerjaan Samuel pun memperoleh apresiasi dari banyak pihak. Hari Senin (7/6) lalu, dia dinyatakan sebagai penerima penghargaan Kalpataru untuk kategori Perintis Lingkungan. Penghargaan itu dia terima dari Presiden di Istana Negara. Dia mengungkapkan bahwa penghargaan ini diharapkan menjadi pendorong untuk mengembangkan pengelolaan alam yang berbasis masyarakat dan berkelanjutan.

Apresiasi ini juga datang dari tingkat internasional, pertengahan Juni ini, Desa Saba Warwe akan menjadi tuan rumah lokakarya konservasi laut yang dihadiri wakil dari Asia Pasifik, seperti Guam, Fiji, Vanuatu, Papua Nugini, Filipina, dan Amerika Serikat.

Yang dia harapkan sekarang adalah bahwa peraturan pengelolaan sumber daya alam yang telah dibuat masyarakat bisa ditetapkan menjadi peraturan daerah (Perda). "Dan datangkanlah para ahli ke Biak, biar kami belajar untuk pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam secara baik," kata dia berharap.

Pembaruan/Sabar Subekti
--------------------------------------------------------------------------------
Last modified: 9/6/04

Diambil dari : http://www.suarapembaruan.com/News/2004/06/09/Lingkung/ling01.htm

Selengkapnya.....